Sang Pecinta Pencipta

Sang Pecinta Pencipta
Mohamad Yasin Yusuf Al Fadholi

Senin, 23 Januari 2012

इदुल fitri

Silaturrahim berasal dari bahasa Arab yang artinya menyambung kasih sayang. Sebagian lagi mengatakan “Silaturohmi” yang berarti“Nyambung Seduluran”. Dua istilah ini memang berbeda pengucapanya. Namun, maksud serta maknanya berdekatan, bahkan terkesan sama. Nyambung seduluran merupakan tuntunan, islam.

Menurut sebuah keterangan, di dalam sebuah keterangan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitabnya. Nyambung seduluran sebagai berikut.

صلة الرحم هي الإحسان إلى الأقارب على حسب حال الواصل والموصول فتارة تكون بالمال وتارة تكون بالخدمة وتارة بالزيارة والسلام وغير ذلك) رواه مسلم رقم 160 )

Artinya “ Silaturahmi adalah berbuat baik kepada kerabat atas dasar komunikasi langsung antara sobyek dan obyek ( penyambung dulur dan yang dsambung). Adakalnya dengan materi, sesekali dengan pelayanan, adakalanya dengan berkunjung dan mengucapkan salam , dan lain sebagainya[1].

Silaturahmi mesti diaplikasikan dengan sebaik-baiknya di dalam kehidupan sehari-hari. melestarikan silaturahmi juga sebagai bukti nyata atas loyalitasnya terhadap baginda Nabi. Nyambung seduluran bisa dilakukan dengan berbagai cara, sesuai dengan kondisi dan keadaan. Silaturahmi bisa dilakukan dengan saling mengunjungi, saling memberi, saling melayani, serta bertegusrsapa (membiasakan uluk salam kepada sesama muslim). Adapun praktek silaturahmi bisa bersifat individu atau berjama’ah (silaturahmi sosial). Karena pentingnya silturahmi, dan besarnya pahalanya. Tidak sedikit dari sahabat, kerabat, dan juga tetangga melakukan nyambung seduluran dengan berbagai aktitifitas, seperti majlis ta’lim, tahlil, dan lain sebagainya. Ini banyak ditemukan dalam kemajmukan masyarakat Indonesia.

Bahkan, para pengikut Nabi Saw sengaja meluangkan waktunya berkeliling mengunjungi kerabatnya. Tujuanya ialah mempererat keluarga atau tetangga, dengan niatan ibadah sunnah. Dan ini sangat penting, khususnya di masyarakat perkotaan yang semakin sibuk dengan pekerjaan. Konon, ada yang bertahun-tahun berdampingan, kenalnya ketika berada dimasjid. Karena tidak saling mengenal, mereka-pun saling menyapa. Betapa kagetnya, ternyata rumahnya berdampingan. Ini merupakan bukti yang terbantahkan. Jangan sampai, mengunjungi tetangga, sementara tetangga itu sudah tidak bernyawa, alias (ta’jiyah).

Dalam dunia modern, sebagian masyarakat meng-kemas silaturahmi dengan pertemuan sebulan sekali, mereka mengikatanya dengan Istighosahan, Tahlilan, serta, Arisan serta Majlis ta’lim. Semua dilakukan agar seduluran tetap terjalin (ukhwah), dengan kata lain tidak kepaten obor. Nyambung seduluran atau silaturahmi tidak hanya dilakukan sebulan sekali, akan tetapi ada yang bersifat tahunan yang dikenal dengan Halal bihalal” atau saling meng-halalkan satu dengan lainya, jika ada perkataan, tindakan, atau materi yang kurang berkenan, baik sengaja tau tidak disengaja.

Istilah halal bihalal ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Namun, lebih tepatnya kita bisa menggunakan istilah ’’istihlal’ yang artinya meminta untuk dihalalkan. Istilah ini mulai dipopulerkan oleh santri-santri Makkah, lulusan Abuya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki. Walaupun tidak dipungkiri, sebagian orang sudah memahami makna yang terkandung dalam halal bihal tersebut.

Tradisi Halal Bi Halal (istihlal) atau silaturahmi tahunan ini dipopulerkan oleh Bung Karno pada tahun 1946, dirayakan di kota Gudeg Jokjakarta. Saat ini, hampir semua intansi pemerintah atau swasta selalu meng-gunkan tradis ini. Bahkan, tradis ini tidak hanya digunakan oleh orang muslim selaku orang yang melaksanakan puasa sebulan penuh. Tetapi, orang-orang non muslim juga ikut serta merayakan, sebagai bentuk toleransi. Pencetus ide perayaan Halal bihalal (Bung Karno) yang bernuansa silaturahmi, senantiasa memperoleh pahala sunnah Nabi sebagaimana pesan Nabi Saw dalam hadisnya: ”

عن المنذر بن جرير عن أبيه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( من سن سنة حسنة فيعمل بها كان له أجرها ومثل أجر من عمل بها لا ينقص من أجورهم شيئا ( رواها الترمذى رقم 2671 و ابن ماجه رقم 203[2] )

Diriwayatkan dari Al Mundir bin Jarir, dari ayahandanya, ia mengatakan;’’Rosulullah telah mengatakan : ’’ Barang siapa yang merintis ( pencetus) sunnah ( cara) yang bagus, kemudian dilakukanya, maka ia memperoleh pahalanya, seperti pahalanya orang yang melaksanakanya dengan tidak berkurang sedikitpun seperti pahala mereka. Bahkan didalam hadis lainya juga men diterangkan ” artinya من دل على خير فله مثل أجر فاعله barang siapa menunjukan kebaikan kepada orang lain, ia akan mendapatkan pahalanya seperti orang yang melaksanakanya ( H.R Tirmidzi No 2671).

Sebagai perintis silaturahmi tahunan (Halal Bihalal), Bung Karno termasuk investor kebaikan. Dan kebaikan ini menjadi amal ibadah, sehingga ia berhak mendapatkan royalti selama halal bihalal dilakukan dan sesuai dengan tuntunan agama. Begitu besar perhatian islam terhadap orang-orang yang inovatif di dalam urusan ibadah silaturohmi. Namun, jika silaturahmi tahunan (halal bihal) telah ternoda dengan perbuatan-perbuatan kotor, seperti pesta minuman, perjudian, atau ajang kemaksiatan, maka Bung Karno juga tidak mendapat dosa-dosa mereka.

Nyambung seduluran ini tidak hanya dianjurkan oleh Nabi, beliau juga mencontohkan di dalam kehidupannya. Banyak riwayat yang menceritakan, bahwa suatu ketika Nabi Saw menyembelih kambing, setelah dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Nabi memanggil beberapa sahabatnya, selanjutntya beliau Saw memerinthkan sahabat guna membagikan daging tersebut kepada tetangganya. Tujuan utamanya ialah agar siltaruhmi yang dibangun (rintis) oleh istri tercintanya Khodijah BT Khulaid tetap terjalin dengan baik. Apa yang dilakukan Nabi merupakan langkah postif di dalam menjaga dan melestarikan seduluran (silaturahmi).

Tidak demikian dengan sebagian pengikutnya, silaturahmi yang telah dirintis oleh orangtua. Seringkali terputus sepeningal kedua orantuanya. Hadis diatas bersifat universal, seolah-olah memberikan peluang kepada kita agar senantiasa berlomba-lomba merintis kebaikan, karena akan menjadi amal ibadah, pahalanya selalu mengalir.

Begitu juga para perintis kemaksiatan, mereka juga akan mendapat aliran dosa para pengikutnya, selama kemaksiatan itu dilakukan, lebih-lebih dilestarikan. Pesan Nabi, jangalah sampai kita merintis sebuah ide yang mengarah pada kemaksiatan atau kemungkran, hal ini sama dengan berinfestasi siksaan. Ini terkait dengan hadis Nabi yang berbunyi

ومن سن سنة سيئة فعمل بها كان عليه وزرها ووزر من عمل بها لا ينقص من أوزارهم شيئا ( رواه ابن ماجه رقم 203 )

Artinya “ Dan barang siapa yang merintis suatu kemungkaran, kemudian dia melakukan maka ia mendapatkan dosanya, dan dia berdosa manakala dilakukan pengikutnya dengan tidak berkurang sedikitpun dosa-dosa itu.

Oleh karena itu, sangat disayangkan apabila Halal bihalal (istihlal) ini di isi dengan beraneka ragam maksiat dan kemungkaran, seperti dangdutan disertai dengan joget dan minuman. Atau merayakan halal bihalal dengan cara yang tidak sesuai dengan tuntunan agama, bahkan bertengtangan, seperti laki-laki dan wanita berkumpul (ihtilat) tanpa memperhatikan etika dan sopan sanun yang diajarkan pendahulu kita.

Dimasa lalu, banyak dari umat islam berlomba-lomba merintis kebaikan dengan harapan mendapatkan kebaikan yang terus menerus. Seperi; Umar Ibn al-Khattab, beliau adalah perintis bid’ah hasanah (lihat, Umar Ibn al-Khattab, perintis Bid’ah hasanah). Rintisan beliau sangat bermanfaat, sehingga ia memperoleh pahala yang tak henti-henti selama kebaikan tersebut dilakukan.